Artikel INDAH SOEKOTJO: Colours of My Butterfly

http://www.majalahexcellent.com/artikel/499/indah-soekotjo:-colours-of-my-butterfly

INDAH SOEKOTJO: Colours of My Butterfly

Saya adalah Putri pertama dari tiga bersaudara, adik saya dua orang laki-laki. Ayah saya Almarhum Purnawirawan TNI Marsekal Madya R.Iman Soekotjo dan Ibu saya adalah Soefiati Soekardjo. Saya adalah seorang Ibu dengan dua buah hati saya yang merupakan Anugerah Tuhan
INDAH SOEKOTJO: Colours of My Butterfly
yang Terindah dalam Hidup Saya. Dalam hidup ini selain Tuhan, Keluarga dan Sahabat-sahabat saya adalah bagian yang tidak bisa dipisahkan dalam helaan nafas saya.
Menjadi Dosen, Intruktur, Pengajar, Trainer adalah perjalanan panjang yang sebelumnya tak pernah terpikirkan oleh saya. Kalimat ini mengingatkan saya mengenai kehidupan.
”Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Tuhan: apa yang baik, yang berkenan kepada Tuhan dan yang sempurna’.
inilah yang membuat saya beralih haluan dari dunia fashion yang membesarkan saya ke dunia pendidikan yang akhirnya membuat saya jatuh cinta dengan semua hal yang berkaitan dengan pengembangan diri, pengembangan intelektualitas.Saya bukan sebagai pengajar tetapi saya juga belajar dan di ajar, saya juga tumbuh dan berkembang, saya belajar memahami sedemikian banyak orang baik itu Mahasiswa, peserta training dan semua orang yang terlibat. Saya memulai sebagai pembicara dari suatu perkumpulan ke suatu perkumpulan, lalu dari satu panggung seminar ke satu panggung seminar lainnya, dari kelas ke kelas, dari Lembaga pendidikan ke lembaga pendidikan, dari kampus ke kampus, dari Akademi ke Akademi, dari Universitas ke Universitas, dari Kantor ke Kantor, dari Organisasi ke Organisasi, dari Departemen ke Departemen, dari Kota ke Kota, dan sekarang saya sudah merambah sebagai Dosen dan Pembicara serta Trainer di Negara Tetangga. Saya mengembangkan diri tidak hanya sebagai pembicara Nasional, tetapi saya juga memiliki sertifikat sebagai pembicara di forum Internasioanl dalam kategori bidang saya. Saya memang terkenal sebagai Dosen terbang, yach begitulah Kupu-kupu selalu terbang. Jika setiap orang bertanya …enak ya jadi pengajar? Atau dosen? Atau pembicara? Jawaban saya adalah Saya menjadi seperti yang Tuhan Kehendaki oleh karenanya saya ikhlas dan sangat mencintai pekerjaan saya di dunia pendidikan.Saya akan berada di jalur pendidikan sampai TUHAN memberi tugas lain pada saya yang berkenan padaNYA.
Di sela acara 3rd Indonesia Secretary Summit 2013, EXCELLENT BUSINESS MAGZ berkesempatan berbincang dengan Ibu Indah Soekotjo, seorang Dosen, Trainer dan Public Speaker yang juga mantan Model. Beliau berbagi kisah perjalanan hidup dan pengalamannya yang sangat menginspirasi.
Bisa Ibu Indah ceritakan perjalanan hidup Ibu?
Saya memulai karir dari ajang Fashion Show. Umur 9 tahun sudah menjadi modelnya Hadiprana. Saya sering fashion show baju anak-anak, yang pada saat itu belum jamannya di tahun 1969. Saya juga aktif menari Bali. Saat itu buat penari, bisa menari Bali itu penting, selain ikut juga di Expo’70. Sempat berkesempatan menari di Istana Negara. Aktifitas Fashion lainnya, saya menjadi Cover Majalah Gadis mulai tahun 1972. Dari Majalah Gadis itu, berlanjut sampai tahun 1980. Sehingga boleh dikatakan saya besar di dunia fashion. Dari situ saya melangkah menjadi Peragawati. Dulu itu Peragawati tidak seperti sekarang standarnya harus tinggi. Jadi saya menekuni peran sebagai Peragawati. Jadi model, saya ikut dengan groupnya Studio 1, satu group dengan IMA. IMA itu milik ibunya Rima Melati. Dari situ saya ikut ajang pemilihan putri-putrian. Saya menjadi finalis Putri Remaja, tapi juga ikut Putri Pelajar DKI Jaya. Di ajang Putri Remaja saya menjadi finalis, karena saya menang di ajang Putri Pelajar. Kemudian selesai sekolah, saya menikah dan berumah tangga, namun dunia model masih saya tekuni, bukan sebagai model lagi tetapi saya menjadi Desainer. 3 peran saya jalani bersamaan, menjadi desainer, sambil tetap kuliah dan berumahtangga. Dalam perjalanan waktu, saya harus menentukan pilihan mau yang mana. Saya memilih untuk selesaikan sekolah. Mengapa? karena waktu itu saya berpikir bahwa, prinsip saya “Pendidikan itu Mata Uang yang Berlaku di Semua Negara”. Pendidikan itu dijalani bukan karena harus punya gelar, kan? Tetapi bagi saya, at least saya pernah sekolah dan mengecap pendidikan.

Apa yang membuat Ibu tertarik dunia Pendidikan, mengajar sebagai Dosen dan menjadi Trainer?
Menjadi Guru? Menjadi Dosen? Menjadi Instruktur?
Menjadi Pengajar? Menjadi Trainer dan Speaker? Oooh tidak pernah ada dalam benak saya bahkan dalam catatan permohonan doa saya. Jujur saja…cita-cita saya ada tiga, pertama jadi Dokter Anak, Kedua Jadi penari Balet seperti Balet di atas Es/Ice Skate Dancer, ke tiga menjadi Ibu rumah Tangga.
Bermula karena saya berkarya di busana, yaitu dengan membuat desain baju-baju kerja. Dulu belum banyak orang desainer yang kerja di kantor. Jadi banyak yang minta saya untuk speech. Kebetulan background pendidikan saya itu spesifikasi di Pengembangan Kepribadian, bukan model seperti PR misalnya. Caranya beda. Dalam perjalanannya saya tidak tahu kenapa, orang suka ketika saya speech. Saya jadi berpikir, harus belajar Public Speaking juga dan saya jalani. Sebagai Speaker, Trainer, saya lebih dikenal dengan materi-materi Pengembangan Kepribadian, Etiket, Komunikasi danPublic Speaking dan Teknik Presentasi serta Service Excellent. Yang berbeda dari saya adalah, saya bukan lulusan sekolah kursus untuk menjadi pembicara. Kebetulan Nenek saya juga pengajar pengembangan kepribadian. Jadi agak beda lah. Tapi buat saya, sekolah-sekolah pengembangan kepribadian semuanya bagus. Hanya pendekatan saya berbeda, karena banyak juga berdasarkan pengalaman di lapangan. Dulu saya seorang model, tetapi untuk masuk ke dunia Public Speaking saya melepas atribut saya sebagai seorang model. Jadi mulai dari nol (zero). Bagi saya “come on,Anda bisa menjadi seseorang bukan karena Anda dikenal sebagai public figure”.  Jadi orang kenal saya sebagai Public Speaker, setelah tahu mereka baru bilang “mantan model ya dulu?” nah inilah yang membuat saya happy.  Saya masuk dunia sosialita juga karena kemampuan, bukan karena saya model. Itu ada kebanggaan dan kepuasan  tersendiri dalam diri saya. Artinya, saya ingin mengatakan bahwa orang biasa juga bisa menjadi “seseorang”, bukan karena dia harus menjadi seorang public figure dulu. Dan untuk menjadi seorang pembicara, saya menjual capability saya, isi dari materi (content) bukan kepopuleran saya. Yang paling penting, konten saya itu diterima. Dengan menjadi seorang speaker, artinya saya berbagi. Dan berbagi itu equal. Dan ini juga bagian sharing saya kepada Sahabat Excellent.

Artikel selengkapnya dapat Anda baca di EXCELLENT BUSINESS MAGZ edisi 33